Puisi-Puisi PRAPTA DIHARJA
Akrab dipanggil “Romo”, karena Prapta Dihardja memang berkecimpung di bidang keagamaan. Di kalangan IKSI 79, Prapta dikenal banyak member nasihat dan bijak. Prapta yang kini tinggal di Yogyakarta banyak menulis puisi dan cerita pendek, termasuk pisi berbahasa Jawa
TALI ALIT
Setiap tali alit kejiwaanku tersentuh nuansa hidup
terdengar sebuah lagu
puisiku
’75
HANYA PADAMU
Pada siapakah ku mengadu
kalau puisi telah tak mampu
menyuarakan isi hatiku
hanya padaMu ya Tuhanku
’75
TAMU: INSPIRASI
Ah, teman
datangmu tak menentu
di kala tak punya waktu
kau dobrak pintu
lantas kau tinggal pergi
barangkali sembunyi
seperti gadis menggoda pacar:
lari supaya dikejar
tunggu, sobat
kuhabiskan halangan ‘ni dulu
lalu kita berbincang sepuasnya
maukah kau berdiri di hadapanku?
kuukir bentukmu yang lugu menjadi setangkai puisi lucu
atau yang agak bermutu
sambil kujamu:
pensil dan buku
SEGENGGAM DENDAM
segenggam dendam
membara di dada
panas beracun mencekam nafas
segenggam dendam, segenggam neraka
menyembul keluar, lewat mata, menarik darah merah
lalu membeku
sebungkah dendam
membeku di dada
dingin, dingin sekali
keras
kaku
menarik otot muka
setetes embun cinta
mencair di dada
sejuk, sejuk sekali
melepas otot muka,
lalu bersinar
setitik fokus cinta
bersinar di dada
hangat, hangat nian
seberkas cinta
memancar keluar
lewat mata,
bibir
membentuk ekspresi wajah
ceria lengkaplah sebentuk senyum.
Februari 1974
DATANG MALAM
Pelan-pelan petang merayap
kan mengusir siang
merebut tahta
mentari undurkan diri
menurun bukit menyelam samodra
teriring warna lembayung
dibarengi senandung petang
oleh jangkerik dan belalang
dedaunan tunduk
alam murung beserta mendung-mendung
ikut berkabung atas kepergiannya
gerimispun mengucap berbela-rasa dengan serenadenya
kini malam merayapi diriku
sebatang kara
fajar masih di seberang sana
dan fajar masih di seberang sana.
’73
MALAM HITAM
malam tiada beranjak
ketika gagak terbahak-bahak
berfirasat ada pesta
hati ibu tersayat-sayat
menunggu anak setengah mayat
sendiri
ketika malam lelap tertidur
pelita pun gelisah malas berjaga
sepi pun menggertakkan gigi-giginya
dia sungguh sendiri
hati menjerit tak kesampaian
’76
KETIKA MALAM LELAP TERTIDUR
ketika malam lelap tertidur
satu dua belalang beronda tanpa maunya
lolong anjing sayup tertepa angin
berpadu rintihan ibu
melebur dalam nocturno sentimentil
ratapi anak tunggalnya
pergi kemarin sore
tanpa pesan
tanpa harapan akan kembali
’75
TANGGAL TUA
tanggal tua:
bocah cilik seharian merengek minta layangan
orang tua diam: tak mampu
akhirnya si bocah terlelap lelah tertidur di lantai
dalam mimpinya dia asyik main layangan
sangkut-sangkutan, kejar-kejaran
kaki terantuk, bangunlah dia
alangkah kecewa, dalam bangunnya tak ditemukan
itu layangan.
KERING
Angin kering tiba-tiba menyerbu
hujanpun angkuh
membiarkan tanah gersang
ditumbuhi ilalang
pepohonan meranggas rapuh
tubuh gerah mengalirkan peluh
sumber-sumber kehabisan air
pengarang kehabisan syair
April ’75
DI PANTAI KARTINI
Kulepas segala rindu dendamku
jauh.., jauh ke laut lepas
bersama ombak
biar nanti kembali
jadi lega…
kubuang jauh…, ke dasar laut
segala benci, kesal hatiku
nanti kembali tenang
setenang kedalamanmu
segala susah pedihku
kusertakan ombak
jauh…, jauh ke tengah
dan kembali
seriang ombak menari
kuadukan padamu
segala cacian istri
kenakalan bocahku
dan kekalutan hidupku
laut lepas …
laut bebas …
terimalah kesahku
dalam kedalamanmu
mari kubawa sejukmu
Juli ’75
LA PIETA
(La Pieta adalah patung terkenal karya Michel Angelo yang menggambarkan Bunda Maria membopong jenasah Yesus)
Anakku,
Siapa tahan melihat tubuh penuh luka: deraan di sekujur badan;
lubang-lubang paku di kaki, tangan; duri di kepala; dan tombak di lambung.
Berlumuran darah
Seperti habis berjuang engkau, nak
Luka-lukamu arang kranjang
Siapa menang? (aku hanya geleng kepala)
Kalau aku menengok lakonmu :
sejak awal: ketika tuan Gabriel menyapaku;
waktu mengunjungi mbakyu Elisabeth;
saat kelahiranmu; hingga engkau dewasa
aku mencatat banyak sejarah, yang tak kupahami
Sejak kemarin engkau digelandang seperti pencuri
Dan karena pengakuanmu: sebagai Putera Allah
engkau digantung di kayu silang
Berat, anakku, berat…
namun engkau begitu pasrah
begitu rela
seolah membiarkan begitu saja semuanya lewat tanpa keadilan
Tak ada dendam di wajahMu
Putih lesi, Engkau Nak
dingin sekujur tubuh
tak berdaya
pasrah, penuh penyerahan
itukah engkau, nak?
aku semakin tak paham:
lakonmu ini sudah tamat,
ataukah masih ada klimaks?
’90
HARI RAYA LEBARAN
Dug-dung-derr.., dug-dung-derr…
Alahuu…akbar
Magrip terakhir puasa
Orang mulai serukan takbir lebaran
Tibalah hari suci mulia
Unggul dari pergulatan bathin
Tinggal rayakan kemenangan
Segala dendam dengki lupakan
Kini saling memaafkan
Dug-dung-derr.., dug-dung-derr…
Alahuu…akbar
Allah Maha Besar…
Dalam hati mulai lega
Akhiri masa puasa
Mulailah masa lebaran
Lebur dosa dan maafkan
Hidup baru hati senang
Dug-dung-derr.., dug-dung-derr…
Minal aidin wal faizin
Maaf lahir dan bathin
Tua muda besar kecil bersalam2-an
Semua insan bersuka ria
Rayakan hari lebaran
Saling maaf maafkan
Hubungan internasional dipulihkan
Dug-dung-derr…
Bapak duduk di kursi antik
Anak cucu pun berdatang sembah
Lakukan upacara
Dug-dung-derr…
Orang berduyun ke stasiun
Bus dan kreta tak menampung
Harga karcis pun melambung
Namun
Tak kurangi niat pulang kampung
Agar tradisi tetap terjunjung
Dug-dung-derr…
Aminah, perempuan yang telah mencicipi hidup metropolitan
Di hari lebaran pulang kandang
Dengan buah tangan tanda kedamaian
Namun di rumah tak disapa orang
Dialah si terbuang
Dianggap anak hilang
Najis harus disisihkan
Dug-dung-derr.., dug-dung-derr…
Anak hilang ingin ke pangkuan
Melebur dosa petualangan
Tapi tak diterima
Semua orang menghinakannya
“Lebaran hanya tuk umat allah yang suci dan setia”
Lalu, apa makna lebaran?
Makna pengampunan?
JAKARTA, JAKARTA
Kota Metropolitan,
Ibu kota Negara
menjadi jujugan semua orang
orientasi orang yang dambakan hidup sukses
banyak yang meninggalkan kampung halaman, mengadu nasib
kalau untung menemukan tambang emas
kalau buntung terbuang ke jalan-jalan, perko, girli, stasiun, dan kolong jembatan
jadi orang gelandangan
Jakarta, Jakarta,
engkau mengiming-iming orang dengan berbagai janji dan harapan
namun di kala orang terperosok ke dalam jeratmu
engkau kunyah-kunyah mereka dengan dingin
benar, pepatah “sekejam-kejamnya ibu tiri lebih kejam ibu kota”
LINDU ING NGAYOGYA-KLATEN
Bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap katon.
Setu wage 26 Mei 2006
Wayah esuk umun-umun watara jam 6
Penduduk nganyogyakarto dikejotake dening horeging bumi
Diobat-abitake kaya bandulan
Krungu swara gemrudug pating jeglug-brug
Jeriting wong sahut-sahutan
Wong liyane sing bisa mlayu metu, bingung
Apa kang mentas kelakon?
Nyumurupi bangunan padha rubuh
Arep nulungi sing endi? Kabeh padha pating jlerit
Kabeh mbutuhke pitulung
Ono sing mung ketok sikile
Ono sing tangane kumlawe kurugan jugrugan
Pusing, bingung, stress.
Arep nulung ora kwagang
Kepriye anggone arep mbrengkal tembok kang ngentebi sedulur
Kana-kene, wetan-kulon, kidul-lor padha ngrerintih
Arep tulung-tulung kabeh padha ribet nulungi sedulur
Endi sing arep ditulung disik?
Anane mung bingung karo bingung
O Gusti Allah, ingkang murbeng jagad
Wonten punapa menika?
Omahku dhewe ambrol
Saka dapur keprungu swara ngrerintih
Takcedhaki
Woalah, ibu …..
LAGU SYUKUR NELAYAN DAN PETANI
Aku bergembira karena pagi yang indah, udara cerah, mentari ceria
Aku bersykur karena istri masih bisa ngliwet
Anak2 masih menenteng tas sekolah dengan seragam kumal
Aku berharap karena jalaku masih bisa diajak kerja sama
Gubukku masih setia menaungi kami
Perahuku masih menantang melaut
Aku senang karena koperasi masih berjalan
Kekerabatan di antara teman senasib masih kokoh
Laut masih menggelora memancing naluri pelautku
Bintang dan Angin masih memberi tanda musim apa ini, di mana banyak ikan, kapan harus melaut, kapan harus di rumah.
Bintang2 masih bisa berkelip
Bisa tidur pulas tak harus pikir bagaimana uangku di bank, tanpa harus main kucing-kucingan dengan aparat
Aku bersyukur karena masih diberi hati untuk bersyukur
Feb. ’74
NENEK KEPADA CUCU
Kita ini sama-sama dalam perjalanan
saya hampir sampai
kamu baru mulai
kita ini dalam pendakian
kamu baru start
aku sudah lewat
kini bertemu di tapak gunung
sebentar, lantas berpisah
lihatlah aku bungkuk
(ke bawah ‘ku selalu menunduk)
tapi kau jangan!
tengadahlah ke puncak
tanyalah tentang kehidupan di atas
carilah tongkat pembantu
asal tak justru mengganggu
di sana ada lembah dan jurang
tak luput kelokan-kelokan
jalan semu dan buntu
hutan belukar binatang liar
pesanku:
siapkan bekal agar sampai tanpa sesal
sept.’75
LINGKARAN HITAM
Pelan-pelan lingkaran kita bertemu
lingkaranku masuk ke lingkaranmu
dan lingkaranmu ke lingkaranku
dalam puisi
dan segala bentuk komunikasi
berbauran tapi tak satu
lingkaranmu tiada berbatas
juga lingkaranku, katamu
kau tak pasti lingkaranku ‘kan?
pun pula aku
sedangkan lingkaran masing-masing merupakan misteri
’76
LAGU PERPISAHAN
sobat,
datang juga waktu yang kutakuti: berpisah denganmu
mungkinkah ini saat terakhir bagi kita?
mestikah kita cabuti beribu benang alit yang
tumbuh di hati?
alangkah perihnya
pedih
mau aku menjerit
aku mau berontak (barangkali inilah yang disebut nasib)
sobat,
tak kuragukan lagi betapa erat jaringan persahabatan kita
betapa bahagia kita bersahabat
namun…
betapa memilukan perpisahan ini
bagaimanakah aku mesti berpesan kepadamu
bibirmu bergerak-gerak tidak berucap
hanya mataku tajam memandangmu
berisyarat: “kau jangan pergi!”
jeritan hatiku meneteskan air sendu
terpaksa sobat
kuucap “selamat jalan!”
air mata saksi kita
LAGU SYUKUR
Ternyata aku masih punya semuanya. Masih bisa merasakan bahagia.
Mata, telinga, gigi, masih kuat, lengkap.
Masih bisa berpikir jernih. Masih bisa merasakan senang.
Masih bisa mendengarkan lagu, menikmati hidup
Masih diberi sehat.
SEDERHANA SAJA
Bila kamu ingin nikmati keindahan hari,
bangunlah dini hari
Nikmati keheningan pagi, dinginnya udara
Rasailah segarnya udara pagi dengan berjalan-jalan,
Lihatlah nun di sekeliling,
akan tampak gunung-gemunung dengan jelasnya
Dengarkan suara burung-burung: Prenjak, Kutilang;
Lihatlah warna lembayung di ufuk Timur
Nantikanlah mentari pagi
Kau akan dapat kristal-kristal mutiara ilham
Teguklah beberapa gelas air putih untuk kesegaran tubuhmu
Sentuhlah air yang akan kau gunakan mandi
Kiranya kau akan merasa senang dan bahagia hari itu
Apabila kau lakukan tiap pagi
Kau akan menghadapi hari itu dengan kegembiraan
Kerjamu hari itu akan lebih berarti,
kau akan awet muda
Bahagia.